Kalau kita saksikan bersama. Di jalan raya itu, banyak orang yang mengendarai kendaraan. Sebut saja, kendaraan roda dua motor. Kendaraan-kendaraan itu, ada yang melaju kencang, dan ada yang melambat, atau dengan kecepatan biasa-biasa saja.
Perhatikan dengan seksama. Sebut
saja, untuk sekedar jenis motor tertentu, yang sama dengan kita. Honda
suprafit, misalnya. Di jalan raya itu, ternyata ada yang melaju sangat kencang,
lebih kencang dari kita, walaupun mungkin juga ada yang lebih lambat dari kita.
Mengapa hal itu terjadi ? motor sama. Jalur jalan raya sama. Bahan bakarnya sama, bahkan bisa jadi, tahun pembuatannya sama, tetapi mengapa mereka bisa lebih cepat dari kendaraan kita ? mengapa ada orang yang berada pada posisi di depan, di tengah, dibelakang atau malah jauh tertinggal sekali ?!
Untuk menjawab masalah ini,
kiranya kita dapat merenungkan makna dari salah satu firman Allah Swt, dalam
Qur’an surat al-an’am, ayat 132.
dan masing-masing orang
memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. dan
Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (Qs. Al-An’am : 132)
Dalam kehidupan kita sekarang ini,
kadang kita bertanya-tanya, mengenai derajat hidup diri sendiri. Mengapa saja
seperti ini saja, mengapa kemampuan saya seperti ini terus, mengapa prestasi
saya tidak seperti orang lain, mengapa dan mengapa ?
Bila kita merujuk pada firman
Allah Swt, yang baru saja kita kutip, pada dasarnya kita sudah mendapatkan
pelajaran penting.
Pertama, wa likulli darajatun mimma ‘amilu, setiap orang akan memiliki
derajat sesuai dengan hasil usahanya.
Kendaraan bisa sama, tetapi kecepatan bisa berbeda. Masalah kecepatan
laju kendaraan itu, amat sangat bergantung pada si pengendara.
Di sinilah, karena ada pebedaan
dalam cara mengendarai kendaraan it, kemudian derajat orang bervariasi, berbeda
antara satu sama lainnya.
Kedua, adanya satu
kebutuhan, bahwa hal pokok untuk menaikkan derajat hidup kita ini, yaitu
mengubah usaha atau tindakan diri sendiri. Karena pada dasarnya, kita tidak
akan meraih sesuatu yang baru, kalau kita tidak mengubah tindakan kita sendiri.
Tidak mungkin kita bisa melaju
lebih cepat dan mendahului kendaraan orang lain, jika kita tidak pernah
mengubah cara mengendarai kendaraan tersebut. Berharap menjadi pemimpin balap
di jalanan, akan menjadi mimpi di siang bolong, kalau kita hanya mengendarai
kendaraan dengan kecepatan 20 km / jam.
Ketiga, amalan atau
perbuatan, adalah penyebab, sementara derajat manusia adalah akibat. Dengan
kata lain, jangan disibukkan memikirkan akibat, karena akibat itu adalah
sesuatu yang sifatnya hukum alam. Sebab itu, akan terjadi atas izin Allah,
sepanjang kita sudah melakukan sebab-yang bisa mengantarkan penyebab itu
terjadi.
Mengapa harus menangisi nilai
pelajaran yang buruk ? mengapa harus menangisi hasil UTS yang rendah ? hal yang
patus ditangisi itu, adalah mengapa kita melakukan sebab, yang menyebabkan hal
itu terjadi.
Adalah keliru, jika kita menangisi
akibat. Karena yang pokok dalam hidup ini, adalah banyaknya sebab yang kita
lakukan, yang melahirkan ragam akibat yang kita tidak inginkan selama ini.
Keempat, renungkanlah akibatnya, dan ubahlah sebab. Dalam firman Allah Swt, Qs. Ad-Dhuha : 4.
dan
Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang
(permulaan)
Firman Allah Swt, memberikan
inspirasi kepada kita, bahwa kita boleh melakukan apapun, setelah merenungkan
dengan baik-baik mengenai akibatnya. Renungkanlah akibatnya, sebelum kita
melakukan sesuatu. Karena sesungguhnya, apa yang akan dirasakan manusia, diingat
manusia, dipikirkan manusia, adalah akhirnya atau akibatnya.
Terakhir, merujuk pada
pemahaman yang baru saja kita ulas ini, tampak jelas, bahwa apa yang kita
dapatkan hari ini, adalah hasil perbuatan masa lalu. Dan potret kita di masa
depan, benihnya ada di masa kini.
Bila saja ada orang yang
mengatakan bahwa masa depan itu adalah sesuatu yang tidak pasti, itu benar.
Tetapi, masa depan bisa dibayangkan. Artinya, kalau kita tidak menanam padi,
maka tidak mungkin bisa makan nasi. Kalau kita tidak memulai berbuat hal positif,
kita tidak akan merasakan indahnya hidup di hari esok.
Hidup ini misteri. Atau
setidaknya, selama hidup ini, kita bisa menyaksikan banyak hal yang aneh, atau
seolah-olah bertentangan dengan hukum alam.
Sebut sajalah, diantaranya, saat
kita belajar di kelas. Perasaan, mungkin juga benar adanya, kita sudah berusaha
keras, sudah belajar dengan giat, tetapi hasil belajar tetap rendah. Tetapi,
ada orang lain, yang belajarnya biasa-biasa saja, ternyata mendapatkan nilai
yang tinggi. Mengapa hal itu terjadi ? katanya, walikulli darajatun mimma amilu, tetapi mengapa hal itu bisa
terjadi ?
Sekali lagi, hidup ini memang
misteri. Karena misterinya, maka ada pekerjaan tambahan untuk senantiasa kita
bisa renungkan dengan baik.
Pertama, percayalah pada hukum
alam, bahwa perbuatan baik itu memang tidak pasti hasilnya, tetapi perbuatan
buruk sudah pasti hasilnya. Kok bisa begitu ?
Mohon maaf. Mungkin pernyataan
ini, terlalu disederhanakan. Tetapi, hukum hidup ini, kadang menganut prinsip
seperti itu. Kalau kita belajar serius, ini perbuatan baik, belum tentu
menjadia genius, tetapi kalau kita tidak belajar, SUDAH PASTI, kita tidak akan
menjadi pintar, dan mustahil menjadi genius.
Kalau kita bekerja giat, rajin dan
disiplin, BELUM TENTU dihargai oleh pimpinan. Tetapi, kalau kita malas bekerja,
kerap melanggar aturan, PASTI dihukum oleh pimpinan.
Itulah maksud dari kemisteriannya
hidup. dank arena itu, adalah hal yang tidak aneh, bila kemudian, ada rekan
kita, yang seolah tidak belajar, tetapi kemudian nilainya baik.
Untuk menguatkan pemahaman,
sekaligus dalam memecahkan masalah ini, kiranya kita dapat merenungkan makna bahwa
keberhasilan yang tidak sesuai dengan
sebab, adalah sebuah kebetulan, dan kebetulan itu tidak bisa diulang. Tetapi,
jika kita mampu memetik buah, karena kita mampu menanam bijih tanamannya, maka
buah itu akan dapat kita petik secara berulang.
Terkait dengan pentingnya, keyakinan
pada pemahaman ini, setidaknya karena “dan ingatlah, bahwa Allah Rabb-mu, tidak
akan melupakan setiap perbuatanmu’. Pernyataan
ini, seolah meneguhkan keyakinan kepada kita, bahwa kita tidak perlu terlena,
terbuai, atau tertipu dengan kenampakkan hasil yang kelihatan seolah berbeda
dengan hukum Allah Swt.
0 comments:
Posting Komentar