Mengenali orang masa lalu, memberi pengalaman inspiratif terkait dengan kesuksesan ikhtiar mereka dalam situasi keterbatasan. Sebut saja, misalnya, membuat peta (map). Bagaimana membuat peta dunia, saat kita tidak memilliki teknologi yang mumpuni seperti sekarang ini ?
Tetapi itulah. kenyataan. Kita mengenali ada tokoh
Yunani yang mampu membuat peta dunia. Tokoh yang satu ini, dikenali dengan nama Hecatious (hekatieus). Hekatieus hidup sekitar 550 - 475 Sebelum masehi. Saat kita hari ini, masih mengalami kesulitan untuk belajar geografi dunia, di zaman itu, Hekatieus sudah mampu melahirkan kajian Geografi Regional dan juga peta klasiknya.
Luas biasa !!
Memang belum banyak terungkap, setidaknya, bagi kita yang belajar jauh dari tempat aslinya. Mengapa Yunani begitu perkasa dalam nalar dan pemikiran, padahal hari itu masih dalam suasana keterbatasan ?
Pertanyaan ini sangat sederhana, tetapi menjadi pekerjaan-nalar yang sangat mendasar. Setidaknya, pertanyaan ini, mengarah pada satu teori - kalau mau disebut demikian, ekologi intelektual memberi kontribusi terhadap tumbuh-kembangnya orang-orang kreatif. Tetapi, jawaban itu pun belum paripurna. Karena kita masih saja menyisakan pertanyaan, bagaimana ekologi intelektual itu tercipta, sehingga melahirkan kondisi kondusif untuk perkembangan pemikiran seperti saat itu ? Karena, rasa-rasanya, tidak mungkin ujug-ujug tercipta ekologi intelektual yang huebat, bila tidak ada proses sosial dan proses budaya yang mengarah ke situasi tersebut !!
Ada yang memberi penjelasan, dan mungkin ini, menjadi bagian penting dalam tradisi waktu itu. Adanya kebebasan berpikir di Yunani, yang menyebabkan tumbuhkembangkan filsafat atau tradisi berpikir.
Kebebasan berpikir itu, hadir dan berkembang, bisa disebabkan k arena tidak ada doktrin-dominan yang berkembang di daerah itu. Akibat ketiadaan doktrin yang berkembang itu, maka kemudian sejumlah orang yang memliki potensi penalaran melakukan pencarian yang seksama, sampai dia mengerti dan memahaminya. Dalam situasi serupa itulah, maka tradisi berpikir menjadi subur. Hipotesis kita di sini, tiadanya nalar dominan, memancing lahirnya sudut pandang yang berragam.
Hipotesis yang kedua, yang bisa menggenapkan situasi itu, adalah pembiasaan ngobrol atau diskusi. Dalam beberapa catatan yang tersedia, kita mengetaui bahwa Socrates, Plato termasuk juga Hecatious adalah orang-orang yang senang berbincang dengan orang lain, sambil menularkan pengalaman perjalanan dirinya, atau perjalanan pemikirannya.
Diskusi atau ngobrol, adalah pemawacaan pemahaman untuk meraih kematangan hasil berpikir. Melalui tradisi serupa ini juga, maka kemiudian terbangun hasil-hasil pemikiran yang pamuncak, khususnya dalam konteks filsafat.
Apakah dua hipoetesis ini, bisa dipertanggungjawabkan ? kiranya, kita harus percaya bahwa jawaban ini pun belum paripurna. Karena, tradisi ini, banyak juga di lingkungan yang lain. China, India atau Persia adalah beberapa akar peradaban yang memiliki budaya unggul di zaman itu. Tetapi, para filosof dunia lebih banyak muncul dari Yunani, dibanding dengan kawasan lainnya. Padahal, di luar Yunani pun, tradisi berpikri sudah dikemas sedemikian rupa leluasanya.
Nah, bagaimana menurut pembaca ?
0 comments:
Posting Komentar