Ragam mobilitas penduduk, ternyata tidak jauh dan tidak perlu mahal. Setidaknya demikianlah pandangan konseptual dan teoritik dalam kajian Geografi. Hal itu terjadi, karena pada dasarnya, makna hakiki dari mobilitas penduduk, yaitu gerak. Sementara gerak dapat diartikan perubahan posisi dari satu titik ke titik lain, atau dari satu tempat ke tempat. Dengan definisi seperti ini, maka jelas, bahwa ruang lingkup dan jenis mobilitas penduduk itu sangat sederhana dan beragam.
Hambatan terbesar masa kini, khususnya anak-anak milenial, yaitu malas gerak (mager). Mager adalah istilah yang popuar di era ini, dan kemudian menjadi gejala umum pada anak-anak milenail. Bila hal ini terus berkembang, dan atau menjadi bagiand ari budaya anak milenial, maka adalah hal tidak mustahil bila kemudian, bergerak adalah sesuatu yang mahal, dan juga sulit untuk dibudayakan.
Satu diantara sekian banyak model mobilitas penduduk, adalah walking atau jalan. Budaya jalan, kebiasaan jalan, dan keterampilan berjalan, merupakan sesuatu yang biasa dilakukan banyak orang, namun tidak semua orang terlatih untuk melakukannya dengan baik.
O, iya, mungkin pernah merasakan, bagaimana kita, sebagai pengguna jalan direpotkan oleh kelompok orang tertentu, yang mengatasnamakan seni-rakyat atau kegiatan sosial, yang kemudian mereka menggunakan ruas jalan secara leluasa.
Ah, itu sudah biasa kita lihat.
O, iya, apalagi kalau hari raya, atau hari libur nasional. Jalanan akan ramai, dan banyak diminati banyak pengguna jalan. Sayangnya, karena merasa libur nasional, atau hari raya, para pengguna jalanan bisa seenaknya saja menggunakan jalan, tanpa menghiraukan hak orang lain, yang juga memiliki status sama sebagai pengguna jalan.
Memang begitulah, kehidupan. Bila seseorang atau beberapa orang tidak terbiasa membangun budaya yang cerdas dalam menggunakan fasilitas umum, maka tidak mengherankan bila kemudian malah menabrak hak-hak orang lain, termasuk saat kita menggunakan jalanan yang sebenarnya adalah milik bersama.
Namun ada satu kisah dan budaya yang unik, yang dimiliki orang Baduy, suku asli Lebak Banten. Mereka memiliki tradisi huyunan, yaitu jalan kaki bersama berurutan, kendati jalanan kosong, tanpa ada orang lain yang menggunakannnya, Berapapun jumlahnya, mereka akan tertib berjalan beriringan panjang ke belakang, dengan membuka jalan bagi orang lain dari lawan arahnya. Tradisi ini disebutnya tradisi huyunan.
Luar biasa, dan perlu belajar kepada mereka !
0 comments:
Posting Komentar