Just another free Blogger theme

Jumat, 18 Oktober 2024

Saat orang membincangkan masalah keterampilan bicara, ada  tiga keterampilan bicara yang kerap terlupakan. Ketiga keterampilan itu, kita sarikan pemikirannya,  dari Artistoteles dan Tan Malaka. Ketiga keterampilan bicara itu, saling berkaitan dan mengukuhkan, namun memiliki karakter yang berbeda. Menurut Aristoteles (Yunani, 384-322 SM), kedua keterampilan  yakni retorika dan dialektika (Aristoteles, 2018:19). 



Sekali lagi, dalam buku terjemahan karya Aristoteles itu disebutnya Retorika.  Kita sengaja, memisahkan keterampilan itu dengan tegas, karena ada pemikiran lain, yang berbeda dengan pemahaman kita mengenai konsep dialektika. Setidaknya, dalam pemahaman Tan Malaka (Sumatera Barat, 1897-1949), dialektika itu berbeda dengan logika. Oleh karena itu, sengaja dalam paparan ini, disajikan dua sudut pemikiran yang berbeda. Artinya, kendati Aristoteles menyebut dialektika, tetapi dalam konteks lain, keterampilan bicara itu membutuhkan logika.

Meminjam konsep dan pemikiran Tan Malaka dan Aristoteles itu, setidaknya kita paham dan yakin bahwa kedua tradisi berpikir itu, masuk pada ilmu-pengujian kebenaran dalam berpikir, yang ada dalam peradaban manusia.  Perkembangan peradaban dan keadaban hari ini, rasanya sulit untuk dipisahkan dari peran nyata, 'tradisi berlogika dan berdialektika'.

Meminjam penjelasan Aristoteles, bahwa kedua keterampilan itu saling bersinggungan, karena menyangkut pengetahuan umum manusia kebanyakan. Pada awalnya, seperti di Zaman Aristoteles kedua keterampilan itu, bukan merupakan cabang ilmu tertentu. Seiring perkembangan zaman, kedua keterampilan itu, memiliki posisi yang sangat sangat, dalam menyusun budaya berpikir dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan.


Hampir bisa dipastikan, tanpa dialektika, ilmu pengetahuan modern tidak akan berkembang seperti hari ini. Tanpa retorika, sebaran dan penyebaran gagasan/ide tidak akan semasif seperti zaman ini. Oleh karena itu, dialektika tanpa retorika, ibarat kendaraan tanpa bensin, dan retorika tanpa dialektika atau logika, akan menjadi buih yang  berhamburan.

Ide yang baik, yang ada dalam benak seseorang, bila hendak disampaikan, perlu memperhatikan seni penyampaian. Seni penyampaian ide dan gagasan kepada orang lain itulah, akan menjadi bagian penting dalam meningkatkan efektivitas komunikasi. Sebutan komunikasi efektif itu, bisa jadi, pada dasarnya adalah mempersoalkan seni persuasi dan dialektika yang digunakan seseorang, sehingga pesan bisa tersampaikan kepada orang lain.

Retorika itu sendiri adalah seni persuasi yang digunakan manusia. Untuk meningkatkan efektivitas persuasi, setidaknya ada tiga alat utama yang perlu diperhatikan. Aristoteles (Aristoteles, 2018) menyebutnya, (1) karakter personal, (2) menempatkan audiens ke dalam kerangka berpikir tertentu, dan (3) pembuktian atau pembuktian semu yang berasal dari isi pidato tersebut.

Alat-alat yang digunakan dalam menyusun dialektika, yakni adanya pemahaman mengenai seni menarikan gagasan baru diantara tesis, antithesis sehingga melahirkan sebuah gagasan baru (sintesis).  Persuasi atau argumentasi akan memberikan kejelasan dan penjelasan, manakala seseorang mampu memosisikan pikiran-pikiran yang berbeda, sebagai landasan dalam merumuskan Solusi atau alternatif pemikiran baru. Alternatif pemikiran baru itulah, yang dijadikan sebagai benang merah merah, atau pemecahan masalahnya.

Pada sisi lain, adalah tidak mungkin mampu memberikan penyimpulan yang jelas dan tegas bila keterampilan bernalar secara benar, tidak dimiliki. Alat berpikir untuk mengukur dan menguji kebenaran pikiran itu, yakni adanya (1) premis mayor, (2) premis minor dan (3) konklusi, atau penyimpulan. Alat-alat logika itulah, yang perlu dikembangkan, sehingga memiliki keterampilan biara yang efektif. 


Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar