Sekali lagi, manusia dapat disebut sebagai homo-clamantis, hewan yang suka menangis. Kemampuan menangisnya manusia, ternyata tidak bersifat homogen dan bukan hal yang sederhana. Setidaknya, itulah yang bisa tampak dalam kelakuan manusia di sekitar kita. Karena itu, adalah keliru, bila memberikan penjelasan yang sifat generalis, bahwa menangis itu sebagai bentuk-kesdihan, keperihan, atau kepedihan.
Benar, seseorang menangis itu, bisa disebabkan oleh salah satu dari masalah yang disebutkan tadi. Seseorang bisa menangis karena merasa sedih, yaitu merasa tidak beruntung, merasa tidak berdaya, atau bentuk lula emosi yang dirasakan seseorang. Penyebab luka, bisa terjadi karena ditinggalkan orang yang sangat dicintai, atau gagal dalam meraih cita-cita. Semua itu, dapat menyebabkan seseorang menangis.
Seorang Bapak atau ibu, biasanya juga ada yang menangis, bila akan ditinggal jauh oleh anak-anaknya. Kalau mau ditinggal jauh pergi, mungkin karena sedih. Tetapi ketika menangis, saat menikahkan anaknya, tangisannya membuncah antara sedih dan bahagia. Sedih, akan berpisah dengan anaknya, menangis bahagia karena melihat anaknya pun bahagia bisa menikah dengan kekasih hatinya. Sekali lagi, di sini, orang menangis bukan karena kesedihan dan kepedihan saja, tetapi juga, disebabkan karena kebahagiaan dan kesukacitaan.
Kemudian, dilain pihak, kita pun tidak bisa menyamakan makna antara kesedihan, tangisan dan air mata. Karena tetesan air mata, tidak serta merta merupakan buah dari kepedihan atau kesedihan. Kita semua paha,
ada orang meneteskan air mata karena kepedihan, tetapi ada pula yang bukan karena kepedihan, tetapi perih-jasmani misalnya terkena percikan uap kulit bawah. Akibat menyiksik kulit bawah merah, seseorang kemudian merasa perih dan keluar air mata.
Para ulama salaf, khususnya dalam tradisi Islam, memastikan diri bahwa menangis saat ibadah, merupakan bagian penting dalam mengasah emosi dan spiritualnya, sehingga bisa dekat dengan Allah Swt. Karena itu, bagi mereka, bila saja dengan air mata bisa mendekatkan diri kepada Tuhan, maka menangis bisa lebih baik daripada bisa bahagia dan tertawa. Begitu pula sebaliknya, bila saja, kita bisa dekat dengan Tuhan, melalui tawa dan bahagia, maka bahagia dan tawa lebih baik juga daripada sedih dan menangis.
Inti soalannya, upaya mendekatkan diri itu, bisa dilalui dengan ibadah, umrah dan mencari keberkahan, tetapi juga bisa dilakukan dengan cara berletih hati dan fisik, bahkan menangis dihadapan Tuhan.
0 comments:
Posting Komentar