Salah satu tujuan dari amaliah Ramadhan, adalah menciptakan lingkungan dan kelakuan hidup menuju kualitas hidup yang utama, atau disebut takwa. Penjelasan ini, sudah biasa dan kita simak bersama, dalam kehidupan sehari-hari, khususnya selama bulan suci Ramadhan.
Sebagai bagian dari sebuah proses menakwa, memang tidak sederhana, dan juga tidak mudah. Hal ini, bukan karena derajat ketakwaan sebagai sesuatu yang mustahil, namun lebih disebabkan karena bersifat dinamis, dan proses. Derajat takwa bukan sesuatu yang statik atau stagna. Derajat ini, memiliki karakter yang sangat dinamis.
Rasulullah Muhammad Saw sudah mewanti-wanti hal ini. Beliau dengan tegas menjelaskan bahwa keimanan (pilar utama ketakwaan), memiliki sifat progresif naik dan juga bisa menurun (yaziid wa yanqush). Oleh karena itu, kesungguhan, keseriusan, dan kegigihan dari pelaku, menjadi kunci penting dalam peraihan derajat ketakwaan tersebut.
Islam mengajarkan kepada kita, bahwa takwa itu adalah sebuah derajat hasil usaha. Mengapa disebut demikian karena pada dasarnya, setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Fitrah itu suci. Tetapi, secara tidak langsung kita dapat mengartikan bahwa suci itu bukan takwa. Karena suci itu takwa, berarti pada dasarnya manusia itu takwa. Penalaran seperti ini, sulit dipahami, karena perintah takwa itu adalah kepada manusia yang sudah terlahir dalam keadaan suci.
Dengan demikian, derajat awal manusia itu adalah suci tetapi belum melakukan aktivitas kebaikan, atau kita sebutnya belum takwa. Level ini adalah level dasar dari setiap manusia. Tetapi keunikannya, kendati belum takwa, andai ada orang meninggal sebelum baligh, menurut pendapat ulama, mereka potensial masuk surga-Nya Allah Swt. Alasannya, karena belum tersentuh dosa.
Istilah dosa, adalah nilai buruk dari sebuah perbuatan. Sementara nilai baik dari sebuah perbuatan disebut pahala. Orang yang bisa mengumpulkan banyak pahala, akan mampu menjadi orang yang berada pada peringkat puncak kemuliaan di sisi Allah Swt, yang disebutnya bertakwa.
Status takwa merupakan derajat hasil usaha. Oleh karena itu, melalui Ramadhan ini, setiap orang berharap, mudah-mudahan bisa meraih derajat takwa. Inilah derajat keduanya. Tidak mengherankan bila kemudian di ujung ayat 183 surat al-Baqarah itu, ada kalimat 'la'alakum tattaquun".
Namun demikian, derajat ini bukan derajat terbaik. Harapan kita, mestinya tetap berada dalam takwa, bukan hanya takwa di ramadhan sampai syawal (diul fitri). Tetapi, kita semua dapat bertakwa secara berkelanjutan (istiqamah dalam takwa). Sekali lagi, untuk menduduki derajat ini, kesungguhan dan keseriusan pelaku dalam mempertahanka derajat takwa menjadi sangat penting.
Targetnya, diharapkan kita bisa meninggal dunia dalam keadaan takwa. Dalam surat Ali Imran ayat 102, Allah SWT berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. Dan janganlah kamu mati kecuali kamu dalam keadaan muslim.
Bismillah, semoga sampai di sini !
0 comments:
Posting Komentar