Just another free Blogger theme

Senin, 04 Maret 2024

Mungkin tidak banyak yang sadar. Bahwa ada perbedaan nyata antara kebenaran dengan kewenangan, atau otoritas dengan intelektualitas. Dua hal itu, merupakan dua sisi yang berbeda, walaupun dalam kenyataannya, kadang bercampur, saling melenegkapi atau menggenapkan, tapi tak jarang pula ada yang saling membunuh. Otoritas membunuh intelektualitas, atau intelektualitas membunuh otoritas. Bergantung situasi dan kondisi kesadaran publik, saat menghadapi kenyataan tersebut.


Pada saat, masyarakat hilang keberanian. Berani bicara, berani bertanya, berani  meluangkan waktu untuk peduli, maka otoritas dan intelektualitas, dicampukan dalam satu warna. Bagi mereka, kebenaran dan pembenaran, adalah dua hal yang sama, bisa hadir dalam diri seseorang, dan dianggapnya sebagai sebuah kewajaran.

Karena dianggapnya, sebagai pemimpin, dan pimpinannya, menghitamputihkan organisasi menjadi kebiasaannya, dan memosisikan orang sebagai objek menjadi santapannya. Orang lain dianggapnya tetap membisu, dan bahkan, dibuatnya bisu. Otoritasnya dijadikan basis dalam menunjukkan intelektualitasnya.

Di saat lain, seorang pemimpin dengan kepemimpinannya hadir sebagai pribadi yang mendewa. Otoritas di tangan kanan, intelektualitas di tangan kiri. Mengepakkan sayap keyakinan dengan penuh kebanggaan, menyeruak ke pintu langit, walau kadang sulit diiringi oleh orang kebanyakan.

"dia itu dewa, tidak bisa kita ikuti, ..." ungkap sebagian rakyatnya, "kewajiban kita adalah memuja dan menyembahnya..." tuturnya dengan penuh kekaguman kepada sang pemimpin.

Pemimpin  yang mendewa. Awalnya mudah dipahami, namun lama kelamaan, malah mewujud menjadi sesuatu yang bias kembali, dan kini menjadi mitos dalam sejarahnya. Manusia memosisikannya, malah menjadi legenda, dan menumpulkan intelektualitas publik.

Dalam drama otoritarianis, otoritas hadir menjadi sangat perkasa, keperkasaannya lebih perkasa dari perkakasnya sendiri. Intelektualitas hanyalah kacung, dan anjing piaraan, atau kesed dalam kekuasaannya. Otoritas bukan saja mengemuka, malah meraja, dan menjarah ke segala lini kehidupan. Otoritas hadir sebagai pembunuh intelektualitas.  Nalar publik disimpan dibalik kehausan, dan hasrat kekuasaan.

Saat matahari terbit, cahaya kecil bersinar dan menghangatkan benih kesadaran. Di reruntuhan sampah yang membusuk, hadir benih tanaman yang berkualitas. Menghapus mitos kebusukkan sampah, menyeruak ke puing-puing barang bekas. Bangkit, dan bergerak, menerebos tembok penghalang, dan menghajar badai yang membayang.

Intelektualitas hadir dengan kediriannya, berhadapan dengan benteng otoritas yang dianggapnya sudah membusuk. Busuk dalam nalar, busuk dalam rasa. Walau tampak kokoh dihadapannya, otoritas itu, mengalami kepongahan-legalitas, pongah dari legalitas dukungan sejarah. Dan saatnya, dipaksa untuk menyerah, dan menyerahkan pada harapan yang kini muncul ke permukaan.

Categories: ,


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar