Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa, (Qs. Al-Baqarah :
183)
Kenali identitas diri dan sadari, bahwa pada identitas diri yang baik adalah pijakan utama membangun
kehormatan diri !
Firman Allah Swt yang satu ini, merupakan rujukan utama setiap pengulas praktek ibadah Ramadhan. Saya yakin benar, umat Islam pun sudah banyak yang hapal, paham dan mampu menguraikan makna ayat ini. Walaupun, mungkin sebagian besar diantaranya hapal dengan teks aslinya yang berbahasa Arab, dan sebagian kecil lagi, sudah mampu melaksanakan amalan Ramadhan sebagaimana yang diatur dalam ajaran Islam.
Satu hal penting, yang kerap terlupakan, adalah melakukan pembahasan
mengenai makna panggilan Allah Swt, sebagaimana yang tertera pada ayat
tersebut. Ayat itu, diawali dengan kalimat, ‘hai, orang-orang yang beriman...’.
Dalam wacana ini, kita tidak akan menjelaskan mengenai makna puasa secara umum. Wacana ini, akan mengkhususkan membahas mengenai makna sosiologis dan esensialis mengenai ‘panggilan Ilahi...” tersebut.
Adalah wajar. Bila ada yang mengartikan, bahwa ayat ini, merupakan ayat
khusus, bukan ayat umum. Di sebut ayat khusus, karena panggilannya dikhususkan
kepada mereka yang beriman. Itulah makna dari kalimat, ‘hai orang-orang yang
beriman, ya ayyuhal ladzina amanu...”.
Bila demikian adanya, kiranya, patut bahagia, bila kita dipanggil dengan sebutan indah, nama yang baik, atau gelar-gelar yang istimewa. “hari orang yang beriman..” adalah panggilan yang indah. Luar biasanya lagi, yang memanggilnya adalah Allah Swt. Dalam kehidupan sehari-harinya, bila kita dipanggil dengan nama baik oleh kekasih kita, kita begitu bahagia. Bila dipanggil dengan gelaran yang baik oleh presiden kita, kita sangat senang. Hendaknya, seperti itulah, kita merasakan panggilan ilahi,sebagaimana yang ada dalam ayat ini.
Pada sisi lain, bagi kita atau siapapun kita mendengar, membaca, atau
memperhatikan ayat ini, dituntut untuk melakukan rekoreksi terhadap dirinya
sendiri. Siapapun kita, bila berhadapan dengan ayat ini, dituntut dipaksa untuk
melakukan evaluasi diri, dan bertanya langsung pada diri sendiri, siapakah diri ini, dan apakah kitalah yang
terpanggil oleh ayat itu ?
Persoalan di zaman sekarang ini, kerap kali kita melihat orang yang lupa diri, lupa identitas, dan bahkan bisa jadi tidak pernah menyadari mengenai jati dirinya sendiri. Di zaman sekarang ini, hampir dengan mudah kita menemukan orang yang kerap kehilangan identitas dirinya. Padahal, perlu dicatat ini, kesadaran akan identitas diri, adalah tonggak dari martabat manusia itu sendiri.
Pernahkah kita melihat, ada seekor harimau yang jinak, dan bisa
bercengkrama dengan manusia ? Ya, kejadian itu bisa disaksikan di Kuil Harimau
(Tiger Temple) para bhiksu di Negara Thailand. Mengapa hal itu terjadi ?
karena, sudah dikasih makan, kemudian
identitas sang harimau yang disebut buas menjadi hilang, dan bisa
dikendalikan oleh sang pemberi makan.
Perhatikan dengan seksama. Elit politik, pejabat negara, atau aktivis. Sebelum masuk kandang Istana, dia sangat galak, dan kritis. Buas dalam mengkritisis, galak dalam mereaksi kebijakan negara. Tetapi, selepas di masuk kandang Istana, malahan dia yang menjadi binatang jinaknya. Mengapa hal itu terjadi, karena sudah dikasih makan, jadilah elit politik tersebut menjadi jinak, dan hilang jati dirinya !
Kehilangan identitas pun, bisa terjadi karena kita lama bergaul dengan di
luar idenitas kita. Menurut pengakuan para pemelihara harimau di Thailand
tersebut, sekarang sudah hampir 90 ekor
harimau di pelihara di kuil tersebut. Harimau-harimau menjadi jinak, karena
dipelihara sejak bayi, dengan rawatan langsung oleh para bhiksu tersebut. Di
minum susu lengkap dengan dotnya, dan itu dirawatnya hingga dewasa. Karena
perawatan seperti itulah, identitas Sang Raja Hutan menjadi hilang !
Harimau akan menjadi harimau, bila belajar cara hidup menjadi harimau dari induknya yang harimau ?Seekor rajawali akan menjadi rajawali, akan menjadi rajawali bila belajar hidup gaya rajawali dari induk Rajawali, dan bukan dari ayam ?!
Persoalan kita sekarang ini, siapa diri kita ? apakah kita seorang muslim ?
apakah kita orang yang beriman?
Identitas itu bisa luntur, bila kita merasa dikasih makan oleh orag lain,
dan atau dirawat oleh orang yang tidak satu identitas !
Kesimpulannya, panggilan ilahi, dalam kalimat, ‘hai orang-orang yang beriman, ya ayyuhal ladzina amanu...”, merangsang kita untuk segera bertanya lagi, apakah kita ini harimau atau kucing, apakah kita ini rajawali atau ayam, apakah kita ini buaya atau cecak ? apakah kita ini muslim atau.....?
Kenali identitas diri dan sadari, bahwa pada identitas diri yang baik adalah tonggak utama membangun
kehormatan diri !
0 comments:
Posting Komentar