Imam Tarawih itu ibarat ikan dalam akuarium. Gerak geriknya dibicarakan. Begitu pula seorang pemimpin. Karena itu, pahami masyarakat, pahami jamaah. Kehebatan pemimpin itu adalah pemimpinan yang memahami jamaah, bukan yang memaksa jamaah harus memahami dirinya.
Sudah tiga hari berpuasa. Tiga hari tarawih. Jumlah jamaah ga nambah, yang ada kian berkurang. Mengapa begitu ya? banyak jawaban, banyak alasan untuk menjawab pertanyaan itu. Tetapi, makna secara umum, atau jawaban umum terhadap kenyataa itu, adalah "hal biasa..".
Mungkin benar biasa. Tapi, bisa
jadi, karena memang ada alasan penting yang membuat mereka tidak bisa
menjalankan ibadah tarawih berjamaah. Salah satu diantaranya, ada juga yang
ngotot, yaitu tarawih itu tidak wajib dilaksanakan berjamaah, seperti halnya
shalat jum’ah, atau shalat idul fitri dan idul adha.
Apapun alasannya, tetapi hal yang dapat diungkapkan di sini, sebagai pengalaman pribadi, dalam tiga hari tarawih, dengan tiga hari puasa itu, melahirkan tipologi imam yang dikomentari para jamaah.
Sudah tentu, dan ini bakalan sepakat. Imam yang paling banyak dikomentari
adalah imam, yang melaksanakan shalat tarawih dengan bacaan surat yang panjang,
ditambah lagi dengan ceramahnya yang lama. Tipe iman “tarawih Madinah”, kerap
memberikan ceramah lebih dari lima belas menit tapi tidak kurang dari setengah
jam. Dengan waktu shalat Isya, pukup 19.00 WIB, pada umumnya, jam 20.00 WIB baru mulai shalat tarawih. Imam tarawih
serupa ini, kurang mendapatkan simpati dari jamaah kota pinggiran. Entah di
tempat lain.
Tipe kedua, yaitu baru saja terjadi tadi malam. Ceramahnya panjang, hampir setengah jam lebih. Mendekati pukul 20.00 WIB, ceramah baru selesai. Kegelisahan pada jamaah sudah hadir. Detak jam dinding pun kerap kali ditengoknya, dan suara disejumlah titik pada jamaah di barisan belakang sudah mulai bergemuruh. Dugaan dan prasangka buruk, akan menjadi imam madinah lagi. Tapi nyatanya, sewaktu melaksanakan shalat tarawih, menggunakan bacaan surat-surat yang pendek. “Alhamdulillah..”.ujar sebagian jamaah, “suratnya pendek juga”.
Saya tidak tahu, ucapan hamdalah itu
disebutkan selepas shalat tarawih atau saat mendengar surat-surat pendek
dibacakan, selama shalat tarawih itu sendiri. Nah lhoo...? entahlah. Ah, itu
urusan masing-masing !
Tipe ketiga, ada imam yang menyampaikan ceramahnya pendek. Tetapi, sewaktu shalat tarawihnya membacakan surat-surat panjang. Selepas tarawih salam pertama, sejumlah jamaah bergemuruh. Dan terbayangkan kembali, pada rakaat-rakaat selanjutnya. Apa yang dikumandangkan seorang jama’ah, saat sang Imam membacakan surat-surat yang panjang dalam bacaannya shalat tersebut ?
Sudah tentu. Tipe terakhir, tipe supir angkot mungkin. Cepat dan selamat.
Ceramah cepat, dan shalat tarawih pun dengan bacaan shalat yang pendek. Entah
mengapa, imam seperti inilah yang ‘katanya’ menjadi favorit jamaah di kompleks
ini ?
apakah hal itu pun, kemudian, jamaah melakukan polling, kandidat (imam) mana yang akan diikutinya ? apakah kemudian berdampak menjadi, kapan kita tarawih, dan lihat dulu imamnya ?
0 comments:
Posting Komentar