Just another free Blogger theme

Rabu, 16 November 2022

Tidak semua negara menggunakan konsep ‘alternatif’ dalam menyebut jenis layanan pengobatan di luar pengobatan yang dilakukan oleh teknologi pengobatan modern. WHO (2000) mencatat bahwa ‘the term compelementary/alternative/non-conventional medicine are used interchangeable with traditional medicine in some countries”. Sementara perbandingan dengan sistem pengobatan yang lainnya, WHO menggunakan konsep ‘the dominant health care system’.



Pada konteks inilah, maka rasional jika wacana ‘alternative’ dalam konsep pengobatan ini berkembangan secara cukup luas dalam masyarakat Kota Bandung. Bahkan, menjadi salah satu wacana yang berkembang dan menjadi bagian pertimbangan dalam menentukan keputusan  untuk melakukan pengobatan alternatif.

Merujuk pada pemikian ini, konsep layanan pengobatan yang dominan dan pengobatan alternatif akan memiliki konteks sosial  yang berbeda  antara satu dengan yang lainnya. Di negara Amerika Serikat dan Eropa, sangat rasional jika disebut teknologi medik dan sistem  pengobatan medik sebagai sistem  pengobatan yang dominan, dan pengobatan herbal atau pengobatan therapis menjadi ‘model  pengobatan alternatif’. Karena memang sistem  pengobatan  herbal dan therapis merupakan model pengobatan yang tidak didominan di gunakan. Hal demikian, akan berbeda konteks dengan negara China, yang menjadi akupunktur dan refleksi menjadi sistem pengobatan tradisional dan dominan digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu,  untuk konteks ini, konsep alternatif menjadi relatif sesuai dengan konteks sosio-kultural dan kesejarahan perkembangan teknologi pengobatannya itu sendiri.

Perspektif ini sejalan dengan sudut pandang kesejarahan dari teknologi kedokteran. Akar perkembangan dari teknologi pengobatan ini, adalah praktek pengobatan tradisioanal, baik yang dikembangkan di Yunani (misalnya Sokrates), maupun pengobatan yang dikembangkan oleh kalangan muslim di Arab. Dengan demikian, wajar jika diantara pelaku pengobatan tradisional, ada yang tidak setuju dengan penyebutan istilah alternatif, terhadap sistem  layanan pengobatan yang diberikannya. Ide ini, sejalan dengan pandangan  Athar (1998), yang mengemukakan bahwa “many believe that the word alternative medicine is a misnomer because unconventional medicine pre-existed before conventional medicine”.  Argumentasi seperti inilah, dikemukakan pula oleh Asep (wawancara, 12/2004), Saefuddin (wawancara, 12/2004) yang merasa keberatan terhadap penyebutan ‘alternatif’ terhadap praktek pengobatan yang dilakukannya, bahkan dia mengatakan “mestinya pengobatan medik itulah yang disebut alternatif, yaitu pilihan lain dari sistem pengobatan yang sudah ada”. Kedua orang ini, melakukan praktek pengobatan tradisional di Kota Bandung.

Sudut pandang yang lain, yaitu dilihat bahan dasar pengobatan, pengobatan non-medik menggunakan bahan obat herbal atau kekuatan alamiah atau spiritual.  Tradisi pengobatan seperti ini, adalah tradisi pengobatan yang sudah berlaku dan berkembang di masyarakat. Dengan kata lain, sekali lagi, harus ditekankan bahwa yang dimaksud dengan alternatif adalah teknik baru atau prosedur baru di luar model  atau pendekatan yang sudah establish. Dengan kata lain, pengobatan medik yang dikembangkan oleh dunia modern (Barat) merupakan model pengobatan alternatif dari pengobatan tradisional yang sudah berkembang sebelumnya.

Terdapatnya ‘celah’ kritik terhdap makna dan status model  layanan pengobatan ini, menyebabkan adanya kondisi  pemahaman masyarakat terhadap model layanan pengobatan yang ada menjadi anomaly.  Konsep layanan pengobatan, menjadi sesuatu hal yang mendua. Khususnya dari sisi pembangunan citra, ke alternatifannya sebuah layanan pengobatan.  

Kondisi  kemenduaan makna dari sebuah konsep ini, dapat dijadikan sebagai ‘instrumen politik’ dalam  mencapai sebuah tujuan, termasuk  menyakinkan masyarakat dalam memberikan reaksi sosial terhadap  layanan pengobatan tradisional. Artinya, dengan memanfaatkan kondisi kegandaan makna ‘alternatif’ dalam menyebut jenis pengobatan, setiap pelaku pengobatan dapat meyakinkan masyarakat mengenai keabsahannya pengobatan yang dilakukannya.

Merujuk pada kasus-kasus tersebut, responden pengguna layanan pengobatan tradisional mendapat –meminjam istilah Arkoun (1998)-- ‘jaminan sosial’  tentang pengobatan tradisional. Maksud jaminan social adalah  suatu stabilitas perasaan dan pikiran responden mengenai status pengobatan yang digunakannya. Jaminan sosial ini, muncul dalam bentuk yang variatif. Pertama, jaminan sosial dalam bentuk teologis,  yaitu adanya persepsi bahwa pengobatan terapi spiritual atau religius, sejalan dengan ajaran agama yang dianut si pengguna layanan pengobatan tradisional.  Hasan Hanafi (2002) menyebutnya dengan istilah model scriptural medicine. Kedua, yaitu bentuk jaminan historik etnikal.  Para pelaku pengobatan memberikan fakta kesejarahan, bahwa pengobatan yang dilakukannya  adalah bentuk pengobatan yang telah teruji oleh sejarah,  dan telah banyak digunakan oleh komunitas tertentu, khususnya oleh masyarakat pendukung budaya tertentu.  Contoh bentuk jaminan historik ethnical yaitu penggunaan model pengobatan akupunktur atau tusuk jarum yang telah memiliki akar sejarah dan digunakan oleh masyarakat China.  Terakhir, yaitu jaminan keamanan psikologis, yakni sebuah jaminan sosial dari si pelaku layanan pengobatan tentang keselamatan fisik terhadap pengguna.  Dalam temuan di lapangan, sebagian responden menyatakan bahwa menggunakan pengobatan alternatif dilatarbelakangi karena adanya ketakutan pada praktek operasi dari pengobatan modern dalam menangani penyakit yang dialaminya. Jaminan keamanan dan keselamatan fisik ini, ditunjukkan dengan adanya kekhawatiran responden terhadap  efek negatif dari  obat kimiawi. Oleh karena itu, pengobatan alternatif dimaknai sebagai solusi yang menawarkan rasa aman  dari ketidakstabilan psikologis masyarakat.

Kondisi ketidaknyamanan psikologis tersebut, dijadikan sebagai salah satu modal promosi kesehatannya kalangan pelaku pengobatan alternatif.  Promosi kesehatan, baik dalam bentuk brosur maupun dalam informasi spanduk, kadang mencantum pernyataan pengobatan alternatif adalah pengobatan ‘tanpa operasi, tanpa obat kimiawi’. Sementara pernyataan dari ATFG, yang berbunyi, “bukan sihir”, merupakan salah satu model promosi dalam memberikan jaminan teologis kepada masyarakat.

Strategi pemasaran seperti ini,  merupakan salah satu bentuk trik dalam memberikan jaminan keamanan kepada pengguna dalam menjalani proses pengobatan.  Dengan adanya jaminan sosial seperti ini, maka masyarakat memiliki satu keyakinan bahwa pengambilan keputusan dalam memanfaatkan layanan pengobatan tradisional, bukan sebuah  ‘kesalahan sikap dalam pengambilan keputusan’, tetapi mereka menganggapnya sebagai satu alternatif pilihan rasional yang dilandasi oleh kesadaran pemikiran rasional dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap penyakit yang sedang dideritanya.

Akumulasi dari jaminan sosial itulah yang kemudian memberikan satu ‘keamanan ontologis’ bagi responden dalam menggunakan pengobatan alternatif.  Artinya, dengan adanya argumentasi dan persuasif mengenai ‘kealternatifan’ layanan pengobatan tersebut (baik dari sesama pengguna maupun pelaku layanan pengobatan) responden merasakan ada satu ‘kebenaran sikapnya’ dalam mengambil keputusan untuk memanfaatkan layanan pengobatan alternatif\tradisional.  Hal demikian, bukan  hanya didukung oleh penjelasan yang memuaskan rasionya, tetapi didukung pula oleh adanya beberapa bukti akan kemampuan model pengobatan alternatif dalam menymbuhkan penyakit yang serupa dengan penyakit yang dideritanya, oleh karena itu, responden merasa aman secara ‘ontologi’. Merujuk pada pengertian Giddens (2003:28,457)  bahwa yang dimaksud dengan keamanan ontologis (ontological security)  adalah satu keyakinan  bahwa dunia alam dan sosial itu kondisinya seperti yang tampak. Termasuk dalam hal ini,, mengenai paramater dasar dari keyakinan tersebut. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan pengobatan adalah sebuah praktek penyembuhan. Apapun nama dan bentuknya, bila praktek sosial tersebut mampu memberikan layanan penyembuhan, maka akan dianggap oleh masyarakat sebagai sebuah proses atau praktek pengobatan.

Melalui wacana ini, berdasarkan hasil penelitian di lingkungan masyarakat masyarakat Kiaracondong Kota Bandung, ditemukan ada gejala perubahan  konstruk nalar dalam memposisikan makna pengobatan alternative.  Bahkan, bila dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan dalam perilaku sakitnya,ada proses gejala intelektualisasi terhadap konsep pengobatan alternatif. Dengan kata lain, masyarakat Indonesia saat ini, merasa ‘tenang’ dan ‘tidak risih’ kendatipun memilih model pengobatan alternative. Mereka tidak takut disebut tradisional atau primitive. Hal demikian, selain terkait dengan proses intelektualiasasi, tetapi juga ada sandaran ‘keamanan ontologis’ yang diyakininya sendiri

Categories: ,


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar