Kadang. Ini memang kita, terkadang, salah kaprah. Ada sebagian diantara kita, kadang menilai kesalehan orang dari cara bicaranya. Saat, lisannya berlumuran dengan ayat-ayat agama, dan bahasanya pun, beruansa bahasa Arab, kita menyebutnya sebagai orang beragama, atau orang soleh/solehah. Untuk lebih mudahnya, sebut saja, berbahasa Arab, bagi seseorang yang beragama Islam, atau berbahasa Ibrani bagi Agama Katolik atau Yahudi.
Sejatinya, kita semua paham, dan maklum, bahwa bisa berbahasa arab, bukan berarti orang soleh. Karena, Abu Jahal, abu Lahab, dan bahkan Fir'aun pun, bisa berbahasa Arab, dan sehari-hari menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa percakapannya. Lantas mengapa kita, kerap terjebak menilai kesalehan orang, dari bahasa tutur dan kosa kata yang dituturkannya ? atau lebih subjektif lagi, mengapa kita, bernafsu untuk menghias penuturan kita dengan kosa kata bahasa Arab, dengan maksud untuk menunjukkan kesalehan diri dihadapan orang lain ?Memiliki kekayaan kosa kata, baik dalam bahasa lokal, bahasa nasional maupun bahasa asing, merupakan anugerah bagi seseorang. Kekayaan kosa kata itu, selain menunjukkan komunitas dan kualitas pergaulan juga bisa menunjukkan kecerdasan.
Bagi mereka yang memiliki komunitas berbahasa Sunda, akan memiliki kekayaan kosa kata Sunda, jauh lebih mumpuni dibandingkan dengan komunitas bahasa daerah lainnya. Demikian pula, dengan seseorang yang memiliki komunitas bahasa Arab, atau bahasa Ibrani, atau Bahasa Sanskerta, atau bahasa Latin. Bahasa-bahasa itu, merupakan contoh dari jenis bahasa Agama, yang menghiasi intelektualitas keagamaan seseorang.
Pada sisi lain, kita menemukan dan ini banyak terjadi di lingkungan akademisi, bahwa kekayaan kosa kata dan bahasa asing (di luar bahasa nasional dan bahasa daerahnya), akan memberikan warna intelektualitas seseorang dibandingkan dengan yang lainnya. Dengan modal bahasa, orang dimaksud, akan memiliki kemampuan untuk mengakses informasi dari sumber aslinya.
Kendati demikian perlu dicatat di ini, bahwa rasionalitas seseorang tidak ada kaitannya dengan pengausaan bahasa, melainkan pada logika berpikir. Kesalehan seseorang, tidak ada kaitannya dengan kemampuan berbahasa, melainkan pada kelakuan. Karena itu, jelas sudah bahwa berbahasa agama, bukan indikator utama kesalehan seseorang...
bagaimana menurut kalian ?
0 comments:
Posting Komentar