
Just another free Blogger theme
Just another free Blogger theme
Kritikan itu memang cukup mendasar, dan juga menyakitkan. Bukan hanya para guru, pengelola pendidikan, tetapi juga pemerintah.Para guru, atau tenaga pendidik, merasa sudah 'beak dengkak' kerja keras, dari pagi hingga sore, bahkan malam hari melakukan kegiatan yang terkait dengan pekerjaan sekolahnya, namun ternyata tetap saja mendapat sorotan dari masyarakat. Sekolahnya dianggap kurang efektif, tenaga pendidiknya dianggap kurang serius dalam bekerja.
Untuk sekedar alibi, kadang para pengelola pendidikan memberikan data, bahwa dari tahun ke tahun, sudah tampak kenaikan prosentasi kelulusan di ujung pembelajarannya. Tetapi, prosentase serupa itu, masih juga diartikan sebagai bentuk formalisme, dan tidak menyentuh substansi pendidikannya. Kritikan itu pun, sudah tentu menyakitkan.Terlebih lagi, perasaan yang diidap oleh penyelenggara negara. Mereka mengatakan "sudah jutaan malah milyaran rupiah digelontorkan untuk dunia pendidikan, namun hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan". Karena adanya kebosanan dan ketidakefektivan layanan pendidikan inilah, kemudian negara pun mendapat kritikan pedas, baik dari akademisi maupun lawan politiknya.
Bila kondisi ini dibiarkan, kebosanan anak di sekolah, dan kegagalan sekolah dalam mewujudkan visi dan misi lembaga pendidikannya, maka hal ini, akan menjadi penggenap lahirnya "sekolah gagal" (failure school).
Di sisi lain, kita sangat sadar, bahwa informasi di dunia maya itu sangat melimpah, bahkan bisa disebut berlebih dan berlebihan. Perhatikan saja media sosial yang kita gunakan saat ini ! dalam medsos teman-teman kita, ada yang berisikan curhatan pribadi, kelakuan diri, atau informasi mengenai ragam kelakuan yang ada di sekitar penulisnya. Dengan kata lain apakah semua hal itu, bisa digunakan sebagai objek penelitian ?
Alarmku
aku lupa,
kau datang tuk mengingatkan
aku sedih,
kau datang tuk menggembirakan
aku sendiri,
kau datang tuk menemani
aku sepi,
kau datang tuk meramaikan
aku lelah,
kau datang tuk menyegarkan
aku letih,
kau datang tuk menggairahkan
aku lari,
kau datang tuk mengejar
aku sembunyi,
kau datang tuk menemui
aku diam,
kau datang tuk menggerakkan
aku hamba,
kau datang tuk meilahiahkan
kaulah alarm hidupku,
penghidup niat penggerak tujuan
kaulah pengingat waktu,
penghidup jaman, penggerak ruang
Jangan Kau Tutupi
Kawan,
jangan kau tutup pintu rumahmu,
hingga tetanggamu tak pernah tahu tentang dapurmu,
dan kaupun tak pernah tahu tentang dapurnya
jangan kau tutup matamu,
hingga kau tak pernah melihat anak-anak kecil menjerit kelaparan,
anak jalan tergelepar kehausan,
orang miskin, terhuyung lemah
tak sanggup bayar-apa-apa
dan mereka rebah.
rebah, di telan gelapnya malam, nan hitam
kawan,
jangan kau tutup telingamu,
hingga kau tak pernah mendengarkan tangisan bayi
melolong di tengah malam
mereka sakit ditinggalkan sang bunda,
kelaparan ditinggalkan sang ayah
mereka kini, berayahkan kesepian, dan berbundakan kesendirian
jangan kau tutup pintu hatimu,
kawan,
hingga kau tak pernah merasakan,
hangatnya cinta yang ingin kutebarkan padamu,
dan ingin ku rasakan syahdunya cintamu,
jangan.
jangan kau tutupi pintu hatimu,
hingga kau tak pernah merasakan,
tentang indahnya hidup bertaburkan kedamaian
jangan kau tutup pintu pikiranmu,
hingga kau tak pernah mau berfikir,
tentang mereka yang disana
di sana
di dalam lubuk kelas, ada anak yang malas
di dalam lubuk sekolah, ada anak yang lemah
di dalam lubuk desa, ada anak yang mati tak berdosa
di dalam lubuk kota, ada anak yang tak punya masa depan
di dalam lubuk negara, ada anak yang kehilangan saudaranya
jangan kau tutup pintu langkahmu,
hingga kau tak pernah berjalan di atas pasir,
tak pernah berjalan di atas api
tak pernah berjalan di atas awan,
dan kini kau hanyalah onggokan daging
terkapar di atas bantal
kalaulah,
pintu rumahmu,
pintu hatimu,
pintu matamu,
pintu langkahmu,
pintu telingamu,
kau tutup tuk segalanya,
maka
kau adalah besi tua nan membisu.
Tak ada arti dan
tak ada makna.
Bandung, 7 – 6 2002