Seorang gadis anggun
berjilbab tengah bekerja giat disebuah taman di depan rumahnya. Ya.. sebut
sajalah, gadis ini namanya adalah Nina. Nina sebagai gadis usia 18 tahunan di
tahun ini, sangat lincah dan ceria. Bahkan orang-orang yang kenal dan akrab
dengannya sering menyatakan bahwa kenal dengan Nina sangatlah menyenangkan
selain memberikan suasana yang gembira, juga dapat diajak untuk curhat tentang
hidup dan kehidupan. Maklum, Nina selain memiliki otak yang cerdas, dia juga
adalah gadis yang sholeh, rajin ibadah dan mau membantu orang lain yang suka membutuhkannya. Nina, di hari
itu sedang bekerja di taman didepan rumahnya sendiri.
“Ninin…”. Itulah panggilan
sayang kepadanya. Setiap orang yang telah kenal secara lebih pribadi, tidak
pernah memanggilnya dengan nama Nina, namun mereka cukup menyebutnya dengan
panggilan sayangnya ini. Setiap minggu pagi, Nina berusaha untuk bekerja di
taman rumahnya itu. Apa yang biasa dikerjakannya ? banyak hal tentang ini.
Di taman di depan rumah
ini, Nina melakukan banyak pekerjaan. Selain memnamtu orang tuanya masak di
dapur, mencuci pakaian orang tua dan adik-kakaknya, juga membersihkan taman
dari sampah yang membau, atau kotor di sana. Kegiatan ini, dilakukannya setiap
hari sebelum berangkat ke kampus untuk kuliah.
Salah satu pekerjaan yang
dia lakukan, adalah memelihara tanaman yang ada di sana. Misalnya saja,
menyiram tanaman. Air yang digunakannya adalah air yang ada di sekitar
rumahnya. Khususnya dari sungai. Kebetulan sekali di dekat rumahnya itu ada sungai kecil mengalir. Air
itu memang tidak bersih seperti halnya air ledeng, atau air sumur. Layaknya air
sungai, tidaklah pernah ada yang bersih. Namun, ia tetap menggunakannya juga.
Kemudian, si tanaman ini pun dipupuki dengan kotoran-kotoran binatang. Inilah
yang oleh kelompok ilmiah disebutnya pupuk kandang, atau dalam istilah yang
lainnya ada yang disebut dengan kompos. Kompos atau pupuk kandang, adalah sisa
kotoran, baik itu yang berasal dari kambing, sapi atau ayam yang telah dipendam
untuk beberapa hari sehingga menjadi kompos. Bau memang, tapi itu adalah
sejatinya kotoran. Kotor memang, tapi itu adalah takdirnya kotoran. Nina, tidak
pernah kapok menghadapi hal-hal yang serupa itu. Kendatipun seringkali, setelah
bekerja di taman ini, tubuhnya belepotan kotoran dan bau. Namun, ia memiliki
keyakinan tentang masa depan yang membahagiakan. Apa harapannya ?
Dalam benak Nina,
pekerjaannya hari ini adalah untuk kehidupan di esok hari. Kerja keras hari
ini, adalah kebahagian dan ketenangan di masa depan. Inilah salah satu cita dan
harapan yang ada dalam benaknya. Dan memang itulah yang terjadi dihari-hari
belakangannya. Taman yang ada di depan rumahnya begitu indah. Bunga-bunga mekar
sudah, harum semerbak dengan warna-warni kembangnya sungguh sangat
menyenangkan. Setiap orang yang menatapnya, akan dibuatnya terpesona, dan
setiap yang mencium wewangiannya akan dibuatnya
terrenyuh bathinnya, dan setiap yang menyentuh bunga-bunganya akan dibuatnya terayunkan kedunia impian yang terciptakannya sendiri.
Bunga ini memang indah, dan setiap insan berhasrat untuk memilikinya sendiri.
Taman itu, telah menjadi
besar dan indah dalam pandangan setiap insan. Padahal, tumbuhan itu adalah
tumbuhan yang dulu disirami air dari sungai dan juga dikasih pupuk dari kotoran hewan dan sisa-sisa sampah. Bagi
Nina sekarang, adalah tinggal menikmati hasilnya yang kini telah tampak di
depan mata.
Setelah mencermati masalah
di atas, muncullah sebuah pertanyaan dasar bagi kita saat ini, yaitu pelajaran
apakah yang kita dapatkan dari falsafah tumbuhan di atas ? terlebih-lebih jika
kita kaitkan dengan kehidupan kita saat ini ?
Tak banyak yang ingin kita kemukakan di sini, kita hanya ingin
mengemukakan satu hal saja yang berkaitan dengannya. Sebuah pelajaran tentang
cara hidup di muka bumi ini.
Ibarat sebuah tanaman di atas, siramannya air kotor dan simbahannya
kotoran sapi dan kambing yang setiap hari datang bertubi-tubi bukanlah sesuatu
kehinaan bagi kita. Air kotor dari sungai, dan kotoran binatang yang datang,
bukanlah sebuah pukulan yang mematikan bagi tumbuhan, malahan menjadi sebuah
energi utama dan dasar untuk tumbuh dan meningkat kualitas hidup. Alangkah
sangat disayangkannya sebuah tumbuhan yang tidak pernah disiram, dan di beri
kotoran sapi. Dia akan mati secara perlahan.
Di lain pihak, aku secara manusiawi akan juga melihat kematian itu ada di
depan mata, jika tumbuhan yang ada ditaman itu disiramnya dengan air soda,
sirup atau coca cola. Mengapa demikian ? jawabannya karena air itu tidak cocok
jika dijadikan untuk menyiram tanaman. Apa makna semua ini ?
Makna dasar dari cermatan kita kepada analisis ini, adalah sebagai
manusia tidaklah mesti mati diledek oleh manusia dengan kotoran-kotoran apapun
juga. Manusia tidaklah mesti hancur meskipun harus menghadapi kritikan dan
cacian dari pihak lain. Justru sebaliknya, semakin bertumbuk kotoran sapi itu
menimpa, dan semakin baunya kotoran sampah yang tiba, semakin tinggi sumber
energinya bagi tumbuhan dan semakin subur tanah itu sehingga mampu menghidupkan
tumbuhan itu, dan semakin besar. Dengan kata lain, orang yang sering kali
dikritik, tidaklah mesti minder. Tetapi sebaliknya, mestinya mampu meningkat
daya hidup dan kehidupan sehingga menjadi manusia yang berkualitas.
Kritik bagi kehidupannya, adalah pendorong untuk memperbaiki kualitas
kehidupan dirinya. Kritik adalah daya pengingat akan kekeliruan perjalanan
kita, sehingga kita perlu mewaspadai jalan yang salah.
Ibarat sebuah tanaman di atas, kendatipun kita disirami oleh air sungai
yang kotor, dan juga kotoran sapi, kambing
dan ayam tetapi tidak pernah
terbersit dalam pikiran tumbuhan ini untuk mengeluarkan bunga, daun atau buah yang berbau air sungai kotor, atau
kotoran sapi. Tidak pernah hal ini terjadi dalam kehidupan tumbuhan ini. Justru
kejadiannya sangatlah berbalikan. Tumbuhan yang dulu disirami air kotor, dan
kotoran binatang kini tumbuh menjadi sebuah tanaman yang tinggi besar, dan
memiliki buah yang lebat dan manis rasanya. Demikian pula dengan tumbuhan
bunga. Bunga tumbuh menjadi bunga-bunga yang indah dengan warna-warni bunganya.
Dan lebih hebatnya lagi, yang menikmati hasil dari semua hal itu, adalah
manusia itu sendiri. Inilah yang terjadi, tanaman itu memberikan imbalan ‘emas’
kepada si penyiram dan pemupuk di masa lalu itu.
Dengan perjalanan pemikiran seperti ini, kita dapat mencatat beberapa
perjalan menarik untuk kita renungkan secara seksama.
1.
Dalam ukuran tertentu, masalah penampilan bukanlah hal
yang utama. Ibarat air kotor, dan kotoran sapi. Ini bukanlah sebuah ukuran yang
universal untuk diperlakukan sebagai sesuatu yang kotor juga. Sebab, air kotor,
dan kotoran itu sendiri ternyata memiliki fungsi yang besar bagi tumbuhan.
2.
Dengan kata lain, semua kotoran itu sendiri, bukanlah
untuk memperpuruk kehidupan tumbuhan,
melainkan mesti dijadikan pemicu dan
pemacu untuk kita demi masa depan kita sendiri.
3.
Dalam konteks kehidupan sosial, kritik dan saran adalah
sesuatu yang konstruktif bagi kita.
Kritik mestilah dijadikan pemicu dan pendorong bagi kita untuk tetap tumbuh,
sebagaimana tumbuhnya tanaman ditaman kendatipun mesti diguyur dengan air yang
kotor setiap hari.
4.
Lebih jauh dari itu, kendatipun kita diperlakukan
secara seronok secara material, namun tetap kita harus mampu memberikan manfaat
kepada siapapun juga yang ada disekitar kita termasuk orang yang mengguyur kita dengan air kotoran, atau
“mengencingi” nya.
Sebuah
masyarakat, akan ditandai oleh adanya budaya yang ada di lingkungan
masyarakatnya. Bahkan, tak jarang jika seorang pengamat mengatakan bahwa
kualitas manusia secara kolektif akan ditandai oleh mayoritas kualitas
budayanya itu sendiri. Budaya yang ada di lingkungan masyarakat itulah yang
akan turut mewarnai dinamika kehidupan manusia itu sendiri secara individual.
Ada
hal yang menarik dalam telaahan kaum antropologis, Ralp Linton misalnya, dia
menyatakan bahwa ada relasi dan korelasi positif antara kebudayaan dengan latar
belakang kepribadian. Untuk lebih lanjutnya, sebagai sebuah gejala sosial,
kepribadian seseorang bisa mempengaruhi gerak dinamika perubahan kebudayaan kolektifnya, atau kebudayaan kolektifnya itulah yang akan
mempengaruhi terhadap kepribadian seseorang. Maka tidak heran jika, seorang
yang memiliki keterkekangan psikologis, akan jua mengalami keterkekangan
budaya. Kelompok masyarakat yang
mengalami kultur demikian akan berbeda secara signifikans dengan
kelompok masyarakat yang memiliki ruang kebebasan yang lebih luas daripadanya.
Atau dengan istilah lainnya,
perkembangan kebudayaan sangat tergantung kepada tingkat kebebasan
seorang anak adam untuk melakukan ekspresi dan eksperimentansi kebudayaan di
lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, tidaklah mengagetkan jika antara
satu masyarakat dengan masyarakat yang lainnya
akan memiliki perkembangan yang berbeda