Kebanggaan Indonesia, salah satunya bisa dialamatkan pada ketersediaan sumberdaya alam. Sewaktu Orde Baru, kita bangga dengan sumberdaya alam yang tidakdapat diperbaharui. Bahan Bakar fosil, seperti minyak bumi dan batu bara, menjadi andalan kita bersama. Namun, untuk konteks pembangunan ini, Indonesia belum berhasil paripurna, setidaknya kesejahteraan rakyat Indonesia belum terwujud secara merata.
Kemudian, alih paradigma atau alih pemikiran terjadi. Masyarakat kita dan Pemerintah secara bersama-sama bergerak menuju pengembangan energi terbarukan. Sumberdaya alam energi terbarukan ini pun, sangat-amat melimpah. Bisa dibilang, negeri kita ini, tidak akan pernah habis untuk deposit kekayaan alam terbarukan. Di daratan, dan lautan, begitu sangat melimpah.
Sekali lagi, sayangnya, pemanfataan sumberdaya alam terbarukan pun, belum paripurna. Indikatornya masih sama, utang negara kita masih melimpah, harga komoditas di lapangan masih mahal, dan kesejahteraan rakyat belum merata.
Apakah hal ini, takdir bangsa Indonesia ?
Belum, kita yakin, ini belum sampai pada finalti takdir bangsa Indonesia.
Namun mengapa hari ini, kita dihadapkan pada musibah atau bencana alam yang berkepanjangan ? kebakaran hutan, banjir, serta longsoran tanah terus terjadi ?
Betul. Satu diantara sekian penyebab masalahnya adalah manajemen pengolaan sumberdaya alam terbarukan yang tidak bijak. Eksploitasi kekayaan alam, dilakukan secara anarkis dan sporadis, seakan lebih mengedepankan keuntungan finansial sesaat oleh para pengusaha, tanpa memperhatikan sisi ekologi atau ekosistem.
Secara kognitif, kita paham. Bahwa untuk pemanfaatan sumberdaya alam ini (baik yang terbarukan atau tidak terbarukan), sejatinya bukan sekedar mengedepankan kuasa ekonomi, tetapi juga kuasa ekologi (ekosistem). Keseimbangan antara ekonomi dan ekologi ini, diharapkan akan berbuah pada kesejahteraan alam, lingkungan, masyarakat bangsa dan negara. Sedangkan, bila kita gagal mengedepankan keseimbangan hal ini, potensi yang bakal terjadi di tengah-tengah kita adalah bencana, dan bencana lagi.
Pada sisi lain, muncul gejala unik. Di saat pemanfaatan sumberdaya alam terbarukan, malah menyebabkan bencana alam, seperti yang melanda hari ini, di negeri kita ini, kemanakah kita harus melangkah ? sumberdaya apa lagikah yang masih bisa diberdayakan ?
Di media sosial, kita menemukan informasi, Pemerintahan (dengan swastanya) melakukan penghijauan gurun. Kemudian, Pemerintahan China, penggenjotan ekonominya, bukan dengan melakukan deforestasi, malah dengan penghijauan gurun. China membangun tembok hijau besar (great green wall). Program penghijauan terbesar di dunia yang dimulai pada tahun 1978 untuk melawan penggurunan dengan menanam hutan di sepanjang tepi gurun untuk menahan badai pasir. Proyek ini telah menanam lebih dari 30 juta hektar pohon, memperluas area hutan di wilayah yang terpengaruh hingga mencapai 13,84% dari total area, dan melindungi sekitar 30 juta hektar lahan pertanian. Gurun Taklimakan, gurun terluas di China, telah dikelilingi oleh sabuk hijau yang membentang sejauh 3.000 kilometer.
Orientasi kebijakan pembangunan itu, tampak paradoks. Di sejumlah negara berkembang, seperti halnya negara kita (bila hendak dimaksudkan demikian adanya), pembangunan nasional masih mengandalkan cara membuka lahan, alih fungsi lahan, dan eksploitasi kekayaan alam. Sedangkan di negara lain, seperti halnya Qatar dan China, pembangunannya sudah disandingkan dengan membangun kelestarian alam atau lingkungan.
Tentunya, realitas ini memancing logika kita saat ini. Apakah akan begini terus, ataukah perlu ada pergeseran pemikiran dalam strategi pembangunan ?
Seiring sejalan pemikiran inilah, maka sudah saatnya, kita memikirkan peralihan peradigma ekonomi kedua. Dulu beralih dari ekonomi takterbarukan ke ekonomi terbarukan (green economy), maka hari ini, dari ekonomi terbarukan ke ekonomi kreatif, atau lebih tepatnya ekonomi hijau kreatif (creative green economy). Arah pemikiran ini, berusaha keras untuk menyeimbangkan ekonomi dan ekologi secara kreatif, demi keberlanjutan bumi dan manusia.
Bagaimana bentuknya ?

0 comments:
Posting Komentar