Saat media sosial kita ramai membicarakan, sikap Pemerintah terkait bantuan Luar Negeri, saya malah teringat dan tertarik dengan pengalaman di masyarakat. Sama, terkait masalah kedermawanan. Dari sikap kedermawanannya inilah, yang kemudian, ternyata, sebagaimana yang ada di kehidupan masyarakat pun, memancing friksi dan intrik. Artinya, tidak semua orang, setuju dengan kedermawanan itu, manakala ada sisi lain, yang memantik keprihatinan.
Terkait hal inilah, kemudian mengantarkan pikiran ini, untuk melakukan strukturasi terkait tipe-tipe kedermawanan, yang kerap muncul dalam kehidupan sehari-hari. Kita tidak akan banyak menggunakan teori, tetapi memetakan kelakuan yang ada, dan bertemu dalam kehidupan nyata kita.
Pertama, terindikasi ada orang yang mengidap penyakit hyper-giver, suka memberi secara berlebihan, tanpa memperhatikan kondisi dirinya. Aduh, jadi inget, dulu ada senior, di sekolahan, beliau itu, saat itu istri seorang pejabat di Kota Bandung. Kasusnya itu, kalau dia mengenakan sesuatu hal (misalnya cincin, gelang atau bawa tas), kemudian ada yang memuji barang itu, atawa ada yang memintanya, kerap kali diberikan saat itu, atau beberapa hari berikutnya.
Selepas senior kita ini pensiun, ada yang luar biasa lagi. Ada anak remaja, mengaku sebagai alumni dari sebuah sekolah, yang dulu dijadikan tempat mengajar ibu senior kita yang satu ini. Remaja itu sudah berkeluarga, dan mengaku kesulitan ekonomi, kemudian bermaksud pinjam uang. Dijawab oleh Senior kita ini, tak punya uang banyak. Sang anak itu, mengajukan usulan untuk meminjam sertifikat tanah.
Eh.... diberikan tahu !!!???, sampai pada ujungnya, sertifikat itu diambil anak remaja, dan sudah berapa lama, sang sertifikat gak pernah kembali, orangnya tak juga datang untuk membayarnya.😇😇😇
Saban orang yang dengar kisah itu, kadang berpikir, "senior kita ini, agak gila, atau bodoh ya..?" di tanya begitu, kebanyakan dari kami memandang, "dia itu terlalu polos, dan terlalu baik..".
Kedua, ada juga orang yang suka memberi ke orang lain, dengan alasan yang tidak masuk akal. Dia melakukan hal itu, sekedar memberikan kepuasaan pada orang lain, walaupun ada kerugian moral dan material pada dirinya.
Sebagai contoh kasus. Ada satu informasi, bahwa ada seseorang, rajin banget memberi ke pemalak yang datang ke tempat kerja. Saban datang pemalak dari luar lembaga, senantiasa diberi, dan diberi. Menurut penuturan rekanan kita ini, orang itu disebutnya sang dermawan. Dermawan kepada pihak lain, walaupun harus menggunakan uang sendiri, atau mengeluarkan uang dari kantornya.
Lha kok bisa ? gak habis pikir, dan kita yang mendengar pun, menjadi pusing dibuatnya. Kok bisa ya, dan bagaimana bisa ya ??
Orang seperti inilah, yang mungkin disebut pathological altruism, atau kebaikan yang keliru, karena mengorbankan diri, dan merusak keuangan sendiri dan juga keuangan lembaga, sekedar untuk dikenali baik dan peduli pada orang lain. Lah, apa bedanya dengan yang pertama ? kalau yang pertama, kebaikannya hanya merugikan ekonomi dan diri sendiri saja, tapi kalau yang kedua ini, sampai merugikan kas organisasinya.😠😟
Ketiga, dermawan pada orang lain, tapi tak mau menerima kebaikan dari orang lain. Ada rasa curiga pada orang lain. Khawatir orang lain, memata-matai dirinya sendiri atau dapurnya sendiri. Tetapi untuk ukuran dirinya sendiri, ingin mendapat pujian dari orang lua sebagai orang dermawan.
Orang yang serupa ini, jangan-jangan mengidap penyakit altruisme narcisme. Ini adalah varian dari Narcissistic Personality Disorder (NPD). Berbeda dengan narsisis biasa yang pamer kekayaan atau kecantikan, tipe altruistik menggunakan "kebaikan" sebagai alat untuk mendapatkan validasi.
Terakhir, imajinasi yang ada saat ini, sejatinya, atau setidaknya, inilah yang ada dalam pikiranku saat ini, kedermawanan itu, harus dilakukan dengan tulus dan jujur pada diri sendiri. Tidak memberi barang pun, andai dapat dijawab dengan jujur dan muka manis, rasanay sudah menjadi sebuah kedermawanan, daripada harus merusak ekonomi sendiri, lembaga, dan atau merusak motiv yang sekedar ingin dipuji-puji saja.
Karakter yang terakhir inilah, yang dibayangkan sebagai kebaikan yang sejatinya... jangan sampai, kedermawana itu karena kamera, dan bukan karena sukarela
eh, gitu kali ya... bagaimana menurut pembaca ?

0 comments:
Posting Komentar