Just another free Blogger theme

Senin, 22 Desember 2025

Menarik. Sekaligus mohon maaf kepada masyarakat Aceh dan sekitarnya, khususnya yang terkena bencana. Untuk yang kesekian kalinya, kondisi saudara-saudara kita di sana, masih tetap sekedar jadi objek pembicaraan saja. Penulis mengajukan permohonan maaf, karena kerap kali menjadikan kejadian yang menimpa saudara kita di sana, sekedar jadi objek narasi, wacana atau objek konten. Termasuk kali ini. Penulis masih saja, memanfaatkan kejadian itu sebagai objek konten pribadi ini. Namun demikian, maksud hati dari penulis adalah menyadarkan pembaca, khususnya yang berkecimpung dalam dunia pendidikan (Geografi) terkait dengan peran nyata dalam membaca kasus serupa ini.



Sekali lagi, mohon maaf, bila kata-kata ini, kurang berkenan. Peristiwa yang terjadi saat ini, sejatinya dapat dijadikan pelajaran penting bagi  kita, khususnya yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, Pendidikan Geografi.

Pertama, bencana alam sebagaimana yang kita hadapi saat ini, adalah tamparan nyata, terhadap kalangan Geograf atau perencanaan wilayah. Kecolongan. Kita semua kecolongan. Buta terhadap realitas. Atau, memang sengata membutakan diri. Bencana alam kali ini, yang notabene adalah dampak dari kecerobohan kita dalam menata lingkungan, atau sumberdaya alam. Namun sayangnya,  banyak pihak diantara kita, khilaf, atau buta atau membutakan diri terhadap masalah ini.

Kedua, Geografi atau teknologi digital kita saat ini, cenderung deskriptif dan reaktif. Buktinya sangat kasat mata. Menghadapi situasi kepedihan ini, bermunculan di media sosial, analisis AI, analisis Digital, atau analisis pengideraan jauh, citra satelit dan sejenisnya mengenai perkembangan dan perubahan lahan di permukaan bumi Indonesia. Sayangnya, teknologi canggih itu, lebih bersifat reaktif daripada antisipatif.

Pertanyaan sangat jelas, kemarin-kemarin kita kemana ? kemarin-kemarin teknologi digunakan apa, dan disimpan di mana ? jika sekarang, analisisnya tajam dan kritis dalam membaca perubahan permukaan bumi Indonesia, lantas kemarin dibutakan oleh apa ? 

Ah, sudahlah. Sulit kembali ke masa lalu. Hal yang pasti, dan ingin disampaikan saat ini, ternyata Geografi, Teknologi Geografi Digital, atau  Penginderaan Jauh, baru bisa memainkan peran dalam posisi deskripsi atau reaksi terhadap fenomena yang terjadi. Kita  belum, atau alpa untuk memungsikan teknologi itu untuk mengantisipasi masalah dan perkembangan zaman.

Ketiga, andaipun hendak dijadikan pelajaran, maka kejadian ini, menjadi pembelajaran bagi dunia pendidikan, bahwa lingkungan, realitas atau alam adalah tantangan nyata untuk penerapan ilmu pengetahuan. Sejumlah naskah akademik yang ada hari ini, mulai dari skripsi, thesis atau disertasi, khususnya yang terkait dan bersentuhan dengan gejala alam, nampaknya belum mampu mengungkap soal-soal kritis di lapangan.

Kita tahu dan paham. Di sejumlah perguruan tinggi, ada naskah akademik terkait perencanaan wilayah, pemetaan, tata guna lahan dan lain sebagainya. Namun semua itu, baru menyentuh hal-hal permukaan saja, dan tidak menyentuh pada persoalan yang ada dikehidupan nyata. Bukti nyata, sangat jelas, yakni perubahan tata guna lahan, sebagaimana yang sudah dilakukan pemilik pengguna lahan itu, tidak bisa dikoreksi atau tidak terbaca secara tegas.

Lantas, pertanyaan sederhananya, penelitian-penelitian selama ini, meneliti masalah apa ?

Tentunya, kita tidak mau mendengar jawaban, bahwa penelitian kita selama ini, lebih bersifat formalitas. Penelitian yang sekedar memenuhi syarat akademik untuk meraih gelar akademik. Kita pun, tidak mau mendengar, bila penelitian itu  lebih sekedar menjadi bamper-projek pengusaha atau projek pemerintah belaka. Sehingga hasil dan rekomendasinya, bila tidak deskripsi, rekomendasi yang bisu, yang tidak terdengar oleh publik dan tidak menyelesaikan masalah nyata.

Terakhir. momentum kali ini, hendaknya dan marilah, kita jadikan sebagai kebangkitan kesadaran keilmuan, bahwa sejatinya peran ilmu itu adalah merekayasa lingkungan dan kehidupan untuk kesejahteraan. Di sinilah, kita perlu melakukan eksplorasi ulang, upaya-upaya pemaksimalan fungsi keilmuan kita, khususnya fungsi dari Geografi.

Di kesempatan lain, saya mengajak untuk mulai mengembangkan model geografi emansipatoris, yang terjun memainkan peran pemberdayaan masyarakat dan lingkungan, dan peran geografi rekayasa, untuk melakukan pemecahan masalah masyarakat dan lingkungan. Dengan cara serupa inilah, mudah-mudahan, masyarakat bisa dan negara ini, bisa merasakan peran nyata dari Geografi.

Bagaimana menurut pembaca ?


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar