Just another free Blogger theme

Jumat, 05 Desember 2025

Dalam pekan ini, berita bencana alam, mewarnai seluruh media massa dan media sosial. Bukan hanya ilustrasi, foto atau dokumen, atau narasi. Narasi dan koreksi pun, terus bermunculan, berseliweran, dan tidak jarang saling baku-hantam gagasan di media virtual. Pro kontra, atau kritik dan dukungan, seperti biasa, terus mewarnai media massa dan media sosial kita.


Seperti biasa, dan sebagaimana biasa kita saksikan selama ini. Kritikan kepada Pemerintah, biasa mengalur, dan kemudian digulung oleh komentar keras dan pedas, dari ragam pihak. Bencana yang mengundang air mata, dan menguncang rasa, selain memantik simpatik, juga kritikan kepada pengampu kebijakan.

Sekali lagi, seperti biasa  juga. Di satu sisi, orang memandang bahwa bencana alam adalah bukti nyata kita salah urus terhadap lingkungan, malah sebagian dari kita pula, yang membela mati-matian keputusan dan kebijakan pemerintah dalam mengelola hutan saat ini. Pro kontra subur, dan penguasa dan oligarki, nyaman dengan keterbelahannya sikap publik terhadap realitas sosial dan juga realitas alam ini.

Seiring dengan adanya bencana itulah, keprihatinan kita muncul, maka sontak juga, sebagian dari kita melantunkan doa, atau mengulurkan bantuannya. Hal ini, senada dengan firman Allah Swt :

﴿ وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ ١٥٥ اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ ١٥٦ اُولٰۤىِٕكَ عَلَيْهِمْ صَلَوٰتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ ١٥٧ ﴾ ( البقرة/2: 155-157)

Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali).   Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.  (Al-Baqarah/2:155-157)

Hal yang perlu kita catat bersama ini, saat orang lain mendapat ujian dengan musibah yang menimpa kehidupan mereka, dan kemudian mereka menderita kerugian, baik secara materi atau jiwa, apakah kita tidak sedang diuji ?

Sekali lagi. Tafakuri bersama. Saudara kita di Sumatera, atau ditempat lain, tengah mendapat ujian bencana alam atau musibah, yang menyebabkan mereka menderita, apakah derita itu, hanya mereka rasakan dan hanya mereka yang sedang di uji ?

Di sinilah, sebagai sisi kemanusiaan, dan refleksi kehidupan, jangan-jangan, saat Tuhan menguji orang lain dengan derita harta dan nyawa, maka diri kita di sini, sedang diuji dengan jiwa. Artinya, saat mata kita melihat derita orang lain, saat telinga kita mendengar derita orang lain, hati kita sedang diuji, apakah ada  ketulusan kita untuk membantu saudara-saudara yang sedang di uji ?

Hemat kata, jika mereka sedang diuji dalam praktek, maka kita yang jauh dari wilayah bencana, sedang diuji afeksi, atau sikap. Mungkin dari sisi kognisi, kita lulus, karena kita masih bisa melontarkan kritik, koreksi atau analisis mengenai penyebab bencana itu. Namun, ujian afeksi kita, belum tentu mampu menyelesaikan masalah ini. Karena ujian afeksi itu, adalah ditunjukkan dengan ketulusan dan keikhlasan kesimpatian kita kepada saudara kita di sana.

Dalam konteks inilah, orang  lain tengah diuji kesabarannya dalam menghadapi musibah, sementara kita, diuji sisi afeksinya dalam mensikapi musibah ?

Di khazanah keilmuan Islam, ada yang disebut istidraj. Secara umum, istilah ini mengandung makna kenikmatan dan kebahagiaan dunia yang diberikan Allah Swt kepada orang yang sedang dalam posisi 'kemaksiatan'.

Renungkan bersama. Saat melihat bencana, atau mendengar bencana, kemudian menyaksikan pula, derita saudara-saudara kita di sana, eh, malahan kita  bersukacita dengan kehidupannya sendiri, tanpa menunjukkan sikap peduli kepadanya. Apakah hal ini, bukan sebuah istidraj, yang secara berkelanjutan akan membekukan afeksi kita terkait nilai-nilai kemanusiaan ?

Sekali lagi, dalam konteks inilah, orang  lain tengah diuji kesabarannya dalam menghadapi musibah, sementara kita, diuji sisi afeksinya dalam mensikapi musibah ?


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar