Just another free Blogger theme

Minggu, 28 Desember 2025

Dalam konteks politik Islam, kita tidak banyak menemukan jasa dan kontribusi politiknya dari seorang Ibnu Mu'tazz. Namun, nama dan jasa intelektualismenya, tidak bisa diabaikan, dan yakin akan dikenang sampai akhir zaman. Khususnya dalam konteks sastra atau peradaban Islam.  



Nama lengkap tokoh yang kita maksud ini, adalah  Abu al-‘Abbas ‘Abdullah ibn al-Mu‘tazz Billah ibn al-Mutawakkil ‘Ala Allah ibn Mu‘tashim Billah ibn Harun al-Rasyid. Ia lahir di lingkungan istana pemerintahan ‘Abbâsiyyah di Bagdad pada 22 Sya‘ban 147 H, bertepatan dengan  31 Oktober 861 M. Keluarganya menyukai sastra Arab dan musik.

Melalui tangan kreativitasnya itulah, syair atau sastra Arab menguat. Bahkan, Ibnu Mu'tazz, sampai hari ini, dikenal sebagai tokoh utama kelahiran disiplin ilmu Badi', yakni ilmu yang menjelaskan mengenai seni memperindah lafaz dan makna, baik lisan maupun tulisan, yang disesuaikan dengan konteks (al-muqthada hal). Kelihatannya, tidak mungkin mempelajari Sastra Arab, bila tidak mempelajari balaghah, dan tidak mungkin mempelajari balaghah secara sempurna, bila mengabaikan ilmu badi'. 

Menurut catatan di dunia maya, yang dengan mudah kita temukan, ada informasi bahwa ilmu Badi' adalah karya paling terkenal, dan diposisikan sebagai studi awal tentang bentuk-bentuk puisi Arab. kitab ini, dianggap salah satu karya paling awal dalam teori sastra dan kritik sastra Arab, yang menguraikan seni-seni badi' (keindahan retoris) seperti istia'arahtajnis, dan mutabaqah. 

Ibnu Mu'tazz hidup dalam fase krisis politik Dinasti Abbasyiyah.al-Mutadhid Billah (w. 289 H). Ibnu Mu'tazz memiliki hubungan emosional yang kuat terhadap khalifah. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, kerap menyenandungkan syair yang berisikan pujian terhadap keberanian dan kepahlawanan Sang Khalifah. Dalam pandangan Ibnu Mu'tazz,  khalifah ke-16 dari Dinasi Abbasysyiyah ini, memiliki kemampuan dalam membangun kewibawaan dinastinya.

Sayangnya, selepas wafatnya al-Mutadhid Billah, kondisi sosial politik mulai goyah, ditambah lagi kondisi Khalifah yan sakit. Sang Putra, yakni Al-Muktafi Billah bin al-Mutadhid tidak mampu menjaga soliditas dan stabilitas sosial politiknya. Khalifah ke-17 ini, dalam kondisi sakit, situasi krodit. Saat beliau wafat, belum ada penunjukkan kekhalifahan berikutnya.

Putra mahkota yang waktu itu, masih kecil, yaitu Ja'fat al-Muktafi, dibaita oleh sekelompok orang untuk menjadi khalifah. Kemudian, kalangan istana, berbeda pendapat. Mereka memandang ibnu Mu'tazz yang memiliki kecerdasan, dan juga terbiasa dengan kultur Istana Abbasiyyah sejak khalifah ke-16, dipandang mumpuni untuk mengambil posisi kekhaliafahan. Selain itu, ibnu Mu'tazz pun, tiada lain adalah keturunan Khalifah Harun ar-Rasyid.

Pada titik inilah, kita bertemu dengan satu fase, seorang sastrawan yang menduduki posisi puncak politik Islam. Seorang sastrawan yang menjadi khalifah, atau kita sebut khalifah yang ahli sastra, Khalifah Sastrawi.

Sayangnya, intrik politik belum reda. Pecah kongsi dalam istana terjadi. Intrik dan konflik semakin menjadi. Setelah Ibnu Mu'tazz dilantik, friksi politik semakin kuat, dan perlawanannya makin nekad. Kelompok yang tidak setuju dengan pelantikan Ibnu Mu'tazz, di malam hari selepas pelantikan itu, ibnu Mu'tazz tewas dibunuh orang rak dikenal.

Dalam catatan sejarah, ibn al-Mu‘tazz yang baru menjadi khalifah hanya dalam waktu sehari semalam meninggal karena dibunuh oleh lawan politiknya pada Kamis, 2 Rabi‘ al-Akhir 296 H bertepatan dengan 29 Desember 908 M.

Di sekempatan inilah, rasanya, doa dan pujian, layak dan sepatutnya untuk disampaikan kepada tokoh keadaban dan peradaban ini. bi barakati ummul qur'an, Al-fatihah !


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar