Just another free Blogger theme

Rabu, 24 Desember 2025

Tulisan ini, kadang disebut mengkhayal. Kali aja bisa. Mudah-mudahan masuk akal, dan bisa dipahami. Atau, andai saja, usulan ini disetujui. Kira-kira itulah, kecamuknya pikiran saat menuangkan gagasan ini. 


Lha mengapa demikian ?

Tentunya. Alasan utama ada keraguan terhadap usulan ini, karena setiap orang memiliki asumsi dan tujuan sendiri, yang kadang tidak banyak orang bisa memahaminya. Termasuk masalah perayaan tahun baruan.

Di sejumlah titik, sudah banyak orang membincangkan, perayaan tahun baru. Pun demikian adanya. Biasanya, pemerintah daerah, di sejumlah wilayah di negeri kita, mengadakan perayaan tahun baruan, dengan pagelaran yang luar biasa. Andaipun tidak luar biasa, pasti mengeluarkan dana, yang tidak biasa. Andaipun, sudah biasa, pertanyaan, akankah hari ini, kita tega merayakan tahun  baru, disaat saudara kita dalam keadaan berduka?

Untuk tahun ini. Andai saja, pelewatan malam tahun baru kali ini, bila harus merayakannya dengan suka cita, akankah sesuatu ini menjadi bermakna, dikala saudara-saudara kita, mengalami kesulitan dalam menghadapi kenyataan itu ?

Pihak penyelenggara bisa saja, memberikan argumentasi, bahwa tahun  baru adalah hak setiap warga. Tidak boleh ada yang melarang atau membatasinya. Kita semua bisa, merayakan tahun baru, tanpa hilang rasa empati kepada saudara kita di sana. Argumentasi yang mudah dilisankan, namun, sulit membatasi tafsir terkait kualitas ketidakpekaan terhadap situasi dan kondisi kebangsaan ini.

Bila demikian adanya, mungkinkah kita mengajukan pemikiran, andai saja, sejumlah dana yang biasa disiapkan untuk penyambutan tahun baru, baik di pusat kota maupun di daerah, baik untuk mementaskan seni ataupun, membakar kembang api, kita alihkan untuk bantuan bencana ?

Iya, sekali lagi, seseorang bisa mengeluarkan argumentasi lagi. Rasanya, adalah hal biasa dan bisa dilakukan secara berbarengan. Artinya, kita rayakan lawatan tahun baru, dengan penampilan  musik dan hiburan lainnya, namun, para penontonnya bayar tiket, kemudian hasil penjualan tiketnya, diserahkan ke wilayah korban bencana.

Bisa juga. Pemikiran ini, kelihatannya bijak dan akomodatif terhadap dua kebutuhan dasar manusia. Satu sisi, memenuhi hasrat untuk hiburan, dan satu sisi lagi terkait dengan kepekaan dan kepedulian kepada sesama. Hanya saja, kritikan dan omelan orang, akan tetap perlu jawaban. Akankah, kita menunjukkan sikap empati dengan cara yang kurang simpatik ?

Sekali lagi. Perayaan tahun baru, adalah hak setiap individu, dan akan menjadi produk-budaya global. Di manapun, di berbagai belahan bumi ini, akan tertarik oleh magnet perayaan  tahun baru. Namun, saat, dalam kondisi serupa ini, saat tetangga kita, saudara kita, tengah dalam keadaan duka, akankah Pemerintah atau siapapun, akan merayakan pesta ruka ria itu, di tengah-tengah duka bencana saudara kita ?

Lagi pula. Sejatinya, kita pernah melewati tahun baruan dengan biasa saja. Misalnya, seperti yang pernah teralami saat covid-19.

Tapi, apa iya, kita akan memosisikan kondisi itu seperti masa pandemi itu ? bukan begitu. Maksudnya itu, bahwa melewati tahun baru, dengan refleksi di rumah, secara sederhana atau dengan kegiatan sosial dalam rumah pun, adalah hal yang bisa lebih bermakna, daripada harus bersuka cita di jalanan, yang kadang melupakan rambu-rambu nilai dan norma masyarakat.

Ada pikiran lain, yang lebih adaptif. Bagaimana bila kita, merayakan tahun baru di daerah bencana ? sekalian merayakan tahun baru, pun, menjadi bagian dari therapi psikologis kepada mereka yang terdampak bencana. Mungkinkah hal ini, dapat kita lakukan di daerah-derah bencana.

Rasanya, ide itu menarik. Therapi psikologi untuk penghapusan trauma bencana kepada korban bencana. Caranya adalah dengan merayakan tahun baru di tengah masyarakat benana. Ide ini menarik dan terasa empatik. Namun, bila dikaitkan dengan situasi dan kondisi faktual, akan terasa kontradiksi. Artinya, andaipun hendak dilakukan demikian, jagalah keadaan masyarakat. jangan sampai, merayakan tahun baru di tengah korban bencana, sedangkan perut mereka tidak terisi dengan baik. 

Bila hal itu terjadi, maka, alih-alih akan menghibur mereka, perayaan tahun baruan itu, malah akan memperlebar luka dalam hati mereka.

Khusus untuk tahun ini, atau dalam kondisi kita saat ini, akan menjadi sesuatu yang luar biasa, bila biaya tahun baruan, atau MBG anak sekolahan yang sedang libur, dialihkan untuk biasa rekonstruksi daerah bencana. Dana besar, dan tidak menganggu kondisi sosial budaya masyarakat kita, namun makna dan nilainya akan terasa jauh lebih strategis.

Bagaimana menurut pembaca ?


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar